Hakikat Panggilan Allah ke Tanah Suci: Sebuah Perjalanan Ruhani Menjawab Seruan Ilahi

12 August 2025 17:30
Hakikat Panggilan Allah ke Tanah Suci: Sebuah Perjalanan Ruhani Menjawab Seruan Ilahi

Tidak semua kaki yang kuat mampu melangkah ke Tanah Suci, tidak semua dompet yang penuh mampu membeli tiket menuju Baitullah, dan tidak semua rencana yang matang dapat memastikan perjalanan ibadah ini terlaksana. Perjalanan haji dan umrah adalah perjalanan pilihan, bukan semata perjalanan perencanaan. Ia adalah panggilan Allah — undangan langsung dari Raja segala raja, yang hanya diberikan kepada hamba-hamba yang Ia kehendaki.

Maka, ketika hati kita digerakkan untuk pergi, langkah dimudahkan, rezeki dilapangkan, dan waktu diizinkan, itu bukan sekadar keberuntungan. Itu adalah tanda kasih sayang Allah yang sedang mengundang kita untuk datang menjadi tamu-Nya.

1. Panggilan yang Berawal dari Janji Purba

Hakikat panggilan ke Tanah Suci sejatinya telah dimulai sejak yaum alastu — hari perjanjian ruh (QS. Al-A’raf: 172). Saat itu, seluruh ruh manusia menjawab: “Balaa syahidnaa” — “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
Ketika seorang hamba mengucap Labbaik Allahumma labbaik… di miqat, itu sejatinya adalah gema dari jawaban purba tersebut. Ia bukan sekadar lafaz talbiyah, tetapi resonansi janji lama yang kini ditepati di dunia nyata.

 

2. Tanda Pemilihan dan Kasih Sayang Allah

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Orang-orang yang menunaikan haji dan umrah adalah tamu Allah. Jika mereka memohon kepada-Nya, Dia akan mengabulkan, dan jika mereka memohon ampun kepada-Nya, Dia akan mengampuni mereka." (HR. Ibnu Majah).
Menjadi tamu Allah adalah sebuah kehormatan yang melampaui gelar dunia. Tidak semua orang yang sehat dan kaya mendapat kesempatan ini, karena yang memanggil adalah Allah, dan yang menjawab adalah hati yang digerakkan oleh-Nya.

 

3. Perjalanan Membersihkan Diri

Haji dan umrah bukan sekadar ritual fisik, tetapi perjalanan spiritual untuk membersihkan jiwa. Thawaf mengajarkan agar hati selalu berputar mengelilingi pusat kehidupan — Allah, bukan ego atau dunia. Sa’i mengajarkan kesungguhan ikhtiar meski hasil belum terlihat. Wukuf di Arafah mengingatkan pada Mahsyar, di mana manusia berdiri di hadapan Allah menanti keputusan-Nya.
Seluruh rangkaian ini adalah latihan untuk kembali pulang dengan jiwa yang bersih, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
"Barangsiapa berhaji dan tidak berkata kotor serta tidak berbuat fasik, ia akan kembali seperti pada hari ia dilahirkan ibunya." (HR. Bukhari & Muslim).

 

4. Meneguhkan Cinta Ilahi

Ka’bah hanyalah bangunan fisik, tetapi tujuan sejatinya adalah pemilik rumah, Allah ﷻ. Memandang Ka’bah dengan hati yang penuh khusyuk adalah kesempatan untuk meleburkan segala kesombongan dan mengosongkan hati dari selain Dia. Dalam pandangan seorang arif, perjalanan ke Baitullah adalah perjalanan dari rumah menuju Pemilik Rumah, dari ciptaan menuju Sang Pencipta.

 

5. Momentum Menulis Ulang Lembaran Hidup

Panggilan Allah ke Tanah Suci sering kali datang di momen yang tepat — terkadang saat seseorang sedang berada di persimpangan hidup, atau ketika jiwa mulai lelah oleh hiruk pikuk dunia. Perjalanan ini adalah kesempatan untuk menulis ulang sejarah pribadi, menutup lembaran kelam, dan memulai kehidupan baru yang lebih bersih, lebih tenang, dan lebih terarah menuju akhirat.

 

6. Kembali dengan Hati yang Berubah

Banyak orang berangkat ke Tanah Suci membawa beban dunia, tetapi kembali dengan hati yang ringan. Sebab hakikat dari panggilan Allah bukanlah sekadar “pergi” secara fisik, tetapi “kembali” secara spiritual. Kembali dengan iman yang lebih kuat, cinta yang lebih dalam kepada Allah, dan tekad yang lebih besar untuk hidup sesuai ridha-Nya.

 

Panggilan Allah ke Tanah Suci adalah sebuah rahmat agung yang harus disambut dengan rasa syukur, kerendahan hati, dan tekad untuk memanfaatkannya sebaik mungkin. Ia adalah perjalanan pulang — bukan pulang ke kampung halaman, tetapi pulang kepada fitrah, kepada Allah, kepada janji yang telah kita ucapkan sejak awal penciptaan.

Maka, jika Allah memanggil, jangan tunda. Sebab tidak ada jaminan panggilan itu akan datang dua kali. Dan jika kita belum dipanggil, berdoalah dengan hati yang penuh rindu, karena rindu yang tulus adalah doa yang paling cepat mengetuk pintu undangan-Nya.

 

Dr Nasrul Syarif M.Si.

Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Agen Resmi Sidoarjo

 

Chatour Travel     MIlad Chatour Travel ke-17     Tabungan Umroh Umroh Keluarga Bahagia    Rekomendasi Travel Umroh & haji  Gresik    Travel umroh terpercaya   Travel umroh Terbaik Jawa Timur

 

Chat kami melalui WhatsApp

CS Chatour Official 082224332700
Mulai Chat